Berapa hikmah dari Para Salaf
Berkata Bakar bin Abdullah: Ada seorang pria mendatangi raja untuk memberi nasehat, lalu ia berdiri di samping sang raja, ia berkata: “Berbuat baiklah engkau kepada orang yang berbuat baik karena kebaikannya, sesungguhnya orang yang berbuat buruk akan mendapatkan keburukan perbuatannya”. Lalu seseorang mendengki pria itu karena mendapatkan kedudukan itu dan perkataannya tersebut, lalu ia bergegas menemui raja dengan membawa sepatu itu dan berkata: “Sesungguhnya orang yang berjalan dengan sepatumu ini dan berkata-kata itu, telah mengatakan bahwa mulut raja bau”. Raja bertanya kepadanya: “Bagaimana aku bisa mempercayai kebenaran itu?”, ia menjawab: “Panggilan ia kepadamu, jika dia mendekatimu maka ia akan meletak-kan tangannya pada hidungnya agar ia tidak mencium bau mulut”, berkata raja kepadanya: “Pergilah engkau hingga aku membuktikan ucapanmu itu”.
Orang itupun keluar dari tempat raja, lalu ia meng-undang pria tersebut ke rumahnya dengan menyuguhkan
hidangan yang di dalamnya terdapat bawang putih, setelah itu ia berkata bahwa raja memanggilnya, maka datanglah pria itu ke hadapan raja dan memberi nasehat kepadanya sebagaimana biasa dengan mengatakan: “Berbuat baiklah engkau kepada orang yang berbuat baik karena kebaikannya, dan sesungguhnya orang yang berbuat buruk akan mendapat keburukan dari perbuatan buruknya”, lalu raja berkata kepada pria itu: “Mendekatlah engkau ke hadapanku”, maka pria itu mendekat kepada raja dengan tangan yang menutupi mulutnya karena khawatir raja akan mencium bau bawang putih dari mulutnya, maka berkata raja dalam hatinya: “Sesungguhnya benar apa yang dikatakan si Fulan kepada-ku”. Sementara kebiasaan sang raja, tidak menulis dengan tulisan tangannya kecuali untuk memberi hadiah atau ketetapan baik lainnya, lalu raja menulis surat dengan tulisan tangannya untuk pria itu agar ia berikan kepada seorang petugas raja yang berbunyi: “Jika datang kepadamu orang yang membawa suratku ini maka sembelihlah ia dan kulitilah ia, lalu kirim jasadnya kepadaku”, lalu pria itu mengambil surat itu dan keluar dari tempat raja.
Kemudian pria itu bertemu dengan si Fulan (orang yang mendengkinya), maka berkata Fulan kepadanya: “Apakah itu di tanganmu itu?” pria itu menjawab: “Surat dari raja berisi hal baik yang harus diberikan kepada seorang petugas raja”, Fulan berkata: “Berikan surat itu kepadaku”, pria itu berkata: “Ambillah”, maka Fulan mengambil surat itu dan pergi kepada petugas raja, setelah petugas raja menerima surat itu, ia berkata: “Sesungguhnya surat ini memerintahkan kepadaku agar aku menyembelihmu dan menguliti tubuhmu”, berkata Fulan: “Demi Allah surat ini bukan milikku, jangan engkau melakukan hal itu kepadaku sebelum mengkonfirmasi-kannya kepada raja”, petugas itu berkata: “Tidak ada konfirmasi untuk surat raja”, maka petugas itu melaksanakan apa yang diperintahkan rajanya yaitu menyembelihnya dan mengulitinya kemudian mengirimkan jasad itu kepada raja.
Di lain waktu, pria itu datang kepada raja sebagai-mana biasanya dan mengatakan sebagaimana biasa ia katakan, maka terkejutlah raja dan berkata: “Ada apa dengan surat itu?” maka pria itu menjawab: “Fulan bertemu denganku kemudian meminta surat itu dariku maka aku memberikan surat itu kepadanya”, berkata raja kepadanya: “Sesungguhnya fulan berkata kepadaku bahwa engkau mengatakan tentangku bahwa mulutku bau”, pria itu berkata: “Aku tidak pernah mengatakan ucapan itu”, raja bertanya: “Lalu mengapa engkau meletakkan tanganmu pada mulutmu?”, pria itu menjawab: “Karena fulan telah memberiku bawang putih maka aku tidak mau engkau mencium bawang putih itu dari mulutku”, raja berkata: “Engkau benar, kembalilah ke tempatmu dan telah cukup bagi orang yang berbuat buruk untuk mendapatkan keburukan dari perbuatan buruknya”.
Berkata Mu’awiyah radhiallahu 'anhu: “Tidak ada sifat jahat yang lebih bijaksana daripada kedengkian, yang mana kedengkian itu akan membunuh orang yang dengki sebelum kedengkian itu sampai kepada orang yang didengkinya.”
Berkata Ibnu Sirin rahimahullah: “Aku tidak pernah mendengki seorang manusia pun terhadap urusan duniawi, karena jika ia termasuk ahli Surga, mengapa pula aku mendengkinya terhadap urusan duniawi sebab urusan duniawi adalah hina di Surga? dan jika ia termasuk ahli Neraka, mengapa pula aku mendengkinya pada urusan duniawi padahal ia akan menuju ke Neraka?”
Berkata Abdullah bin Al-Mu’taz: “Orang yang mendengki adalah orang yang marah terhadap orang yang tidak berdosa, bahkil akan sesuatu yang tidak ia miliki, dan mencari sesuatu yang tidak akan ia peroleh.”
Diriwayatkan dari Mu’awiyah bin Abu Sufyan radhiallahu 'anhu, bahwa ia berkata kepada anaknya: “Wahai anakku jauhilah sifat dengki, karena sesungguhnya kedengkian itu akan berlaku sendiri sebelum berlaku pada musuhmu”.
Dari Sufyan bin Dinar, ia berkata: Aku berkata kepada Abu Basyar: “Beritahukan kepadaku tentang apa yang dilakukan orang-orang sebelum kita?”, Abu Basyar berkata: “Mereka melakukan pekerjaan yang ringan akan tetapi mereka mendapat pahala yang banyak”, berkata Sufyan: “Mengapa bisa demikian?”, Abu Basyar menjawab: “Karena mereka berlapang dada”.
Adalah Ibnu Abbas radhiallahu 'anhu, ketika seorang laki-laki mencercanya ia berkata kepadanya: “Engkau telah mencercaku, padahal ada tiga watak pada diriku; Sesungguhnya aku telah mendapatkan ayat dalam Kitabullah -’Azza wa Jalla- lalu aku sungguh-sungguh mengharapkan agar semua manusia mengetahui itu sebagaimana aku ketahui; dan sesungguhnya aku telah mendengar seorang hakim di antara para hakim kaum Muslimin yang bijaksana dalam memberikan keputusan, maka aku pun senang akan hal itu, namun rasanya aku tidak akan mengajukan perkara kepadanya selamanya; dan sesungguhnya aku telah mendengar bahwa hujan telah membasahi suatu negeri di antara negeri-negeri kaum Mulsimin lalu aku senang akan hal itu, namun sayang aku tidak memiliki ternak.”
Disebutkan bahwa Aun bin Abdullah datang menemui Al-Fadl bin Al-Mahlab yang saat itu sedang berada di tempat Washith, ia berkata: “Sesungguhnya aku ingin memberimu suatu nasehat“, Al-Fadl: “Nasehat apakah itu?” berkata Aun bin Abdullah: “Jauhilah kesombongan, karena sesungguhnya kesombongan adalah dosa yang pertama yang membuat makhluk bermaksiat kepada Allah”, kemudian ia membaca:
“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para Malaikat: ‘Sujudlah kamu kepada Adam’, maka sujudlah mereka kecuali iblis.” (Al-Baqarah: 34)
Jauhilah sifat tamak, karena sifat itulah yang mengeluarkan Adam dari Surga, padahal Allah telah
menempatkan Adam di Surga yang luasnya seluas langit dan bumi, ia makan dari berbagai macam tumbuhan yang ada di Surga kecuali satu pohon yang Allah melarang untuk memakan buahnya, akan tetapi karena tamak, maka Adam memakan buah dari pohon terlarang itu, maka Allah mengeluarkannya dari Surga”, kemudian membaca:
“Turunlah kamu! Sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan.” (Al-Baqarah: 36).
“Jauhilah dengki, karena sesungguhnya Anak Adam membunuh saudaranya saat ia dengki kepada saudaranya”, kemudian ia membaca:
“Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya.” (Al-Maa’idah: 27)
Wahai saudaraku Muslim
“Bersabarlah engkau terhadap tipu daya orang yang dengki, Karena sesungguhnya kesabaranmu itu akan membunuhnya.
Sesungguhnya api itu akan saling memakan sesamanya jika ia tidak mendapatkan sesuatu yang dapat dimakannya.”
Sarana Lapang Dada
Hati yang lapang adalah hati yang bersih dari syirik, dengki, iri, benci, kikir, sombong, cinta dunia dan cinta kepemimpinan, singkatnya hati yang suci adalah hati yang bersih dari segala noda yang menjauhkan diri seseorang dari Allah Ta'ala.
Berlapang dada dan baiknya hubungan antar sesama adalah cerminan dari sikap Taqwa, oleh karena itu Allah menyandingkan kedua hal ini dalam Firman-Nya:
“bertaqwalah kepada Allah dan perbaikilah perhu-bungan diantara sesamamu.” (Al-Anfal: 1)
Berkata Ibnu Abbas radhiallahu 'anhu: “ini adalah perintah Allah Ta'ala dan RasulNya agar mereka bertaqwa kepada Allah Ta'ala serta memperbaiki hubungan antara sesama manusia”.
Dan ketika Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ditanya:
“Manusia bagaimanakah yang paling baik?”, beliau bersabda: “Setiap orang yang bersih hatinya dan benar ucapannya”, para sahabat bertanya: “Orang yang benar ucapannya telah kami ketahui, lalu bagaimanakah kami mengetahui orang yang bersih hatinya?, beliau bersabda: “Yaitu orang yang bertaqwa nan murni, tidak ada dosa, tidak aniaya, tidak iri dan tidak dengki”. HR Ibnu Majah No. 5216 (dalam Az-Zawa’id disebutkan: sanad hadits ini shahih dan orang-orangnya dapat dipercaya).
Dari Anas bin Malik radhiallahu 'anhu, ia berkata: Saat itu kami sedang duduk bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, lalu beliau bersabda: “Akan muncul kepada kalian sekarang ini seseorang dari penghuni Surga”, lalu datanglah kepada kami seorang pria dari golongan kaum Anshar yang janggutnya basah kena air wudhu dan kedua alas kakinya dibawa oleh tangannya yang sebelah kiri. Keesokkan harinya beliau bersabda dengan sabda yang serupa, lalu datang orang itu sebagaimana datang pertama kali. Begitu pula pada hari ketiga beliau bersabda dengan sabda yang sama pula, lalu datang orang itu seperti keadaannya pertama. Kemudian ketika Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berdiri, maka Abdullah bin Amr bin ‘Ash mengikuti orang tersebut (untuk melihat apa yang dikerjakan agar dapat diteladani). Abdullah berkata (kepada orang tersebut): “Sungguh aku bertengkar dengan ayahku, lalu aku bersumpah tidak akan masuk ke rumah selama tiga hari, jika engkau mempersilakanku menginap dirumahmu selama itu, maka akan aku lakukan”, ia menjawab: “Ya”. Anas berkata: Selanjutnya Abdullah menginap di rumahnya setelah tiga malam berturut-turut untuk memperhatikan apa yang dilakukan orang itu. Abdullah bin Amr tidak pernah melihatnya bangun malam, hanya saja jika ia terjaga atau membalikkan badan dalam tidurnya ia menyebut nama Allah -’Azza wa Jalla-, dan bertakbir kepada Allah lalu sampai ia bangun untuk shalat Subuh. Abdullah berkata: Hanya saja aku tidak pernah mendengar darinya kecuali yang baik. Setelah berlalu tiga hari, dan aku hampir mencela perbuatannya (memperhatikan orang tersebut), aku berkata: “Wahai hamba Allah, sebenarnya aku dan ayahku tidak bertengkar, tidak juga saling mendiamkan, tapi aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersada tentangmu sampai tiga kali: ‘Akan muncul kepada kalian sekarang ini seseorang dari penghuni Surga’, lalu engkaulah yang muncul itu, maka aku ingin menginap di rumahmu agar aku bisa melihat perbuatanmu sehingga aku bisa meneladaninya, namun aku tidak melihatmu melakukan banyak amal, lalu apa sebenarnya menjadikan dirimu seperti apa yang disabdakan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tentangmu?”. Orang itu menjawab: “Tidak ada yang aku lakukan kecuali seperti apa yang engkau lihat“, Abdullah berkata: Ketika aku hendak pergi ia memanggilku dan ia berkata: “Aku tidak melakukan apa-apa kecuali seperti apa yang kamu lihat, hanya saja aku tidak pernah menemukan dalam diriku kebencian terhadap seorang pun di antara kaum muslimin dan tidak pernah mendengki kepada seseorang karena kebaikan yang Allah berikan kepadanya”, maka berkata Abdullah: “Inilah yang menyebabkan kamu seperti apa yang Rasulullah sabdakan itu, dan sikap seperti itulah yang tidak mampu kami lakukan “. (HR Ahmad).
Share
Berkata Bakar bin Abdullah: Ada seorang pria mendatangi raja untuk memberi nasehat, lalu ia berdiri di samping sang raja, ia berkata: “Berbuat baiklah engkau kepada orang yang berbuat baik karena kebaikannya, sesungguhnya orang yang berbuat buruk akan mendapatkan keburukan perbuatannya”. Lalu seseorang mendengki pria itu karena mendapatkan kedudukan itu dan perkataannya tersebut, lalu ia bergegas menemui raja dengan membawa sepatu itu dan berkata: “Sesungguhnya orang yang berjalan dengan sepatumu ini dan berkata-kata itu, telah mengatakan bahwa mulut raja bau”. Raja bertanya kepadanya: “Bagaimana aku bisa mempercayai kebenaran itu?”, ia menjawab: “Panggilan ia kepadamu, jika dia mendekatimu maka ia akan meletak-kan tangannya pada hidungnya agar ia tidak mencium bau mulut”, berkata raja kepadanya: “Pergilah engkau hingga aku membuktikan ucapanmu itu”.
Orang itupun keluar dari tempat raja, lalu ia meng-undang pria tersebut ke rumahnya dengan menyuguhkan
hidangan yang di dalamnya terdapat bawang putih, setelah itu ia berkata bahwa raja memanggilnya, maka datanglah pria itu ke hadapan raja dan memberi nasehat kepadanya sebagaimana biasa dengan mengatakan: “Berbuat baiklah engkau kepada orang yang berbuat baik karena kebaikannya, dan sesungguhnya orang yang berbuat buruk akan mendapat keburukan dari perbuatan buruknya”, lalu raja berkata kepada pria itu: “Mendekatlah engkau ke hadapanku”, maka pria itu mendekat kepada raja dengan tangan yang menutupi mulutnya karena khawatir raja akan mencium bau bawang putih dari mulutnya, maka berkata raja dalam hatinya: “Sesungguhnya benar apa yang dikatakan si Fulan kepada-ku”. Sementara kebiasaan sang raja, tidak menulis dengan tulisan tangannya kecuali untuk memberi hadiah atau ketetapan baik lainnya, lalu raja menulis surat dengan tulisan tangannya untuk pria itu agar ia berikan kepada seorang petugas raja yang berbunyi: “Jika datang kepadamu orang yang membawa suratku ini maka sembelihlah ia dan kulitilah ia, lalu kirim jasadnya kepadaku”, lalu pria itu mengambil surat itu dan keluar dari tempat raja.
Kemudian pria itu bertemu dengan si Fulan (orang yang mendengkinya), maka berkata Fulan kepadanya: “Apakah itu di tanganmu itu?” pria itu menjawab: “Surat dari raja berisi hal baik yang harus diberikan kepada seorang petugas raja”, Fulan berkata: “Berikan surat itu kepadaku”, pria itu berkata: “Ambillah”, maka Fulan mengambil surat itu dan pergi kepada petugas raja, setelah petugas raja menerima surat itu, ia berkata: “Sesungguhnya surat ini memerintahkan kepadaku agar aku menyembelihmu dan menguliti tubuhmu”, berkata Fulan: “Demi Allah surat ini bukan milikku, jangan engkau melakukan hal itu kepadaku sebelum mengkonfirmasi-kannya kepada raja”, petugas itu berkata: “Tidak ada konfirmasi untuk surat raja”, maka petugas itu melaksanakan apa yang diperintahkan rajanya yaitu menyembelihnya dan mengulitinya kemudian mengirimkan jasad itu kepada raja.
Di lain waktu, pria itu datang kepada raja sebagai-mana biasanya dan mengatakan sebagaimana biasa ia katakan, maka terkejutlah raja dan berkata: “Ada apa dengan surat itu?” maka pria itu menjawab: “Fulan bertemu denganku kemudian meminta surat itu dariku maka aku memberikan surat itu kepadanya”, berkata raja kepadanya: “Sesungguhnya fulan berkata kepadaku bahwa engkau mengatakan tentangku bahwa mulutku bau”, pria itu berkata: “Aku tidak pernah mengatakan ucapan itu”, raja bertanya: “Lalu mengapa engkau meletakkan tanganmu pada mulutmu?”, pria itu menjawab: “Karena fulan telah memberiku bawang putih maka aku tidak mau engkau mencium bawang putih itu dari mulutku”, raja berkata: “Engkau benar, kembalilah ke tempatmu dan telah cukup bagi orang yang berbuat buruk untuk mendapatkan keburukan dari perbuatan buruknya”.
Berkata Mu’awiyah radhiallahu 'anhu: “Tidak ada sifat jahat yang lebih bijaksana daripada kedengkian, yang mana kedengkian itu akan membunuh orang yang dengki sebelum kedengkian itu sampai kepada orang yang didengkinya.”
Berkata Ibnu Sirin rahimahullah: “Aku tidak pernah mendengki seorang manusia pun terhadap urusan duniawi, karena jika ia termasuk ahli Surga, mengapa pula aku mendengkinya terhadap urusan duniawi sebab urusan duniawi adalah hina di Surga? dan jika ia termasuk ahli Neraka, mengapa pula aku mendengkinya pada urusan duniawi padahal ia akan menuju ke Neraka?”
Berkata Abdullah bin Al-Mu’taz: “Orang yang mendengki adalah orang yang marah terhadap orang yang tidak berdosa, bahkil akan sesuatu yang tidak ia miliki, dan mencari sesuatu yang tidak akan ia peroleh.”
Diriwayatkan dari Mu’awiyah bin Abu Sufyan radhiallahu 'anhu, bahwa ia berkata kepada anaknya: “Wahai anakku jauhilah sifat dengki, karena sesungguhnya kedengkian itu akan berlaku sendiri sebelum berlaku pada musuhmu”.
Dari Sufyan bin Dinar, ia berkata: Aku berkata kepada Abu Basyar: “Beritahukan kepadaku tentang apa yang dilakukan orang-orang sebelum kita?”, Abu Basyar berkata: “Mereka melakukan pekerjaan yang ringan akan tetapi mereka mendapat pahala yang banyak”, berkata Sufyan: “Mengapa bisa demikian?”, Abu Basyar menjawab: “Karena mereka berlapang dada”.
Adalah Ibnu Abbas radhiallahu 'anhu, ketika seorang laki-laki mencercanya ia berkata kepadanya: “Engkau telah mencercaku, padahal ada tiga watak pada diriku; Sesungguhnya aku telah mendapatkan ayat dalam Kitabullah -’Azza wa Jalla- lalu aku sungguh-sungguh mengharapkan agar semua manusia mengetahui itu sebagaimana aku ketahui; dan sesungguhnya aku telah mendengar seorang hakim di antara para hakim kaum Muslimin yang bijaksana dalam memberikan keputusan, maka aku pun senang akan hal itu, namun rasanya aku tidak akan mengajukan perkara kepadanya selamanya; dan sesungguhnya aku telah mendengar bahwa hujan telah membasahi suatu negeri di antara negeri-negeri kaum Mulsimin lalu aku senang akan hal itu, namun sayang aku tidak memiliki ternak.”
Disebutkan bahwa Aun bin Abdullah datang menemui Al-Fadl bin Al-Mahlab yang saat itu sedang berada di tempat Washith, ia berkata: “Sesungguhnya aku ingin memberimu suatu nasehat“, Al-Fadl: “Nasehat apakah itu?” berkata Aun bin Abdullah: “Jauhilah kesombongan, karena sesungguhnya kesombongan adalah dosa yang pertama yang membuat makhluk bermaksiat kepada Allah”, kemudian ia membaca:
“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para Malaikat: ‘Sujudlah kamu kepada Adam’, maka sujudlah mereka kecuali iblis.” (Al-Baqarah: 34)
Jauhilah sifat tamak, karena sifat itulah yang mengeluarkan Adam dari Surga, padahal Allah telah
menempatkan Adam di Surga yang luasnya seluas langit dan bumi, ia makan dari berbagai macam tumbuhan yang ada di Surga kecuali satu pohon yang Allah melarang untuk memakan buahnya, akan tetapi karena tamak, maka Adam memakan buah dari pohon terlarang itu, maka Allah mengeluarkannya dari Surga”, kemudian membaca:
“Turunlah kamu! Sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan.” (Al-Baqarah: 36).
“Jauhilah dengki, karena sesungguhnya Anak Adam membunuh saudaranya saat ia dengki kepada saudaranya”, kemudian ia membaca:
“Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya.” (Al-Maa’idah: 27)
Wahai saudaraku Muslim
“Bersabarlah engkau terhadap tipu daya orang yang dengki, Karena sesungguhnya kesabaranmu itu akan membunuhnya.
Sesungguhnya api itu akan saling memakan sesamanya jika ia tidak mendapatkan sesuatu yang dapat dimakannya.”
Sarana Lapang Dada
Hati yang lapang adalah hati yang bersih dari syirik, dengki, iri, benci, kikir, sombong, cinta dunia dan cinta kepemimpinan, singkatnya hati yang suci adalah hati yang bersih dari segala noda yang menjauhkan diri seseorang dari Allah Ta'ala.
Berlapang dada dan baiknya hubungan antar sesama adalah cerminan dari sikap Taqwa, oleh karena itu Allah menyandingkan kedua hal ini dalam Firman-Nya:
“bertaqwalah kepada Allah dan perbaikilah perhu-bungan diantara sesamamu.” (Al-Anfal: 1)
Berkata Ibnu Abbas radhiallahu 'anhu: “ini adalah perintah Allah Ta'ala dan RasulNya agar mereka bertaqwa kepada Allah Ta'ala serta memperbaiki hubungan antara sesama manusia”.
Dan ketika Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ditanya:
“Manusia bagaimanakah yang paling baik?”, beliau bersabda: “Setiap orang yang bersih hatinya dan benar ucapannya”, para sahabat bertanya: “Orang yang benar ucapannya telah kami ketahui, lalu bagaimanakah kami mengetahui orang yang bersih hatinya?, beliau bersabda: “Yaitu orang yang bertaqwa nan murni, tidak ada dosa, tidak aniaya, tidak iri dan tidak dengki”. HR Ibnu Majah No. 5216 (dalam Az-Zawa’id disebutkan: sanad hadits ini shahih dan orang-orangnya dapat dipercaya).
Dari Anas bin Malik radhiallahu 'anhu, ia berkata: Saat itu kami sedang duduk bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, lalu beliau bersabda: “Akan muncul kepada kalian sekarang ini seseorang dari penghuni Surga”, lalu datanglah kepada kami seorang pria dari golongan kaum Anshar yang janggutnya basah kena air wudhu dan kedua alas kakinya dibawa oleh tangannya yang sebelah kiri. Keesokkan harinya beliau bersabda dengan sabda yang serupa, lalu datang orang itu sebagaimana datang pertama kali. Begitu pula pada hari ketiga beliau bersabda dengan sabda yang sama pula, lalu datang orang itu seperti keadaannya pertama. Kemudian ketika Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berdiri, maka Abdullah bin Amr bin ‘Ash mengikuti orang tersebut (untuk melihat apa yang dikerjakan agar dapat diteladani). Abdullah berkata (kepada orang tersebut): “Sungguh aku bertengkar dengan ayahku, lalu aku bersumpah tidak akan masuk ke rumah selama tiga hari, jika engkau mempersilakanku menginap dirumahmu selama itu, maka akan aku lakukan”, ia menjawab: “Ya”. Anas berkata: Selanjutnya Abdullah menginap di rumahnya setelah tiga malam berturut-turut untuk memperhatikan apa yang dilakukan orang itu. Abdullah bin Amr tidak pernah melihatnya bangun malam, hanya saja jika ia terjaga atau membalikkan badan dalam tidurnya ia menyebut nama Allah -’Azza wa Jalla-, dan bertakbir kepada Allah lalu sampai ia bangun untuk shalat Subuh. Abdullah berkata: Hanya saja aku tidak pernah mendengar darinya kecuali yang baik. Setelah berlalu tiga hari, dan aku hampir mencela perbuatannya (memperhatikan orang tersebut), aku berkata: “Wahai hamba Allah, sebenarnya aku dan ayahku tidak bertengkar, tidak juga saling mendiamkan, tapi aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersada tentangmu sampai tiga kali: ‘Akan muncul kepada kalian sekarang ini seseorang dari penghuni Surga’, lalu engkaulah yang muncul itu, maka aku ingin menginap di rumahmu agar aku bisa melihat perbuatanmu sehingga aku bisa meneladaninya, namun aku tidak melihatmu melakukan banyak amal, lalu apa sebenarnya menjadikan dirimu seperti apa yang disabdakan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tentangmu?”. Orang itu menjawab: “Tidak ada yang aku lakukan kecuali seperti apa yang engkau lihat“, Abdullah berkata: Ketika aku hendak pergi ia memanggilku dan ia berkata: “Aku tidak melakukan apa-apa kecuali seperti apa yang kamu lihat, hanya saja aku tidak pernah menemukan dalam diriku kebencian terhadap seorang pun di antara kaum muslimin dan tidak pernah mendengki kepada seseorang karena kebaikan yang Allah berikan kepadanya”, maka berkata Abdullah: “Inilah yang menyebabkan kamu seperti apa yang Rasulullah sabdakan itu, dan sikap seperti itulah yang tidak mampu kami lakukan “. (HR Ahmad).