"Dunia berjalan ke belakang dan akhirat berjalan ke depan. Keduanya memiliki pengikut. Jadilah pengikut akhirat dan jangan menjadi pengikut dunia. Sebab, hari ini adalah amal dan bukan hisab, sedangkan besok adalah hisab dan tidak ada amal."

Jumat, 20 Mei 2011

Keutamaan ilmu

Keutamaan ilmu
Syaikh Muhammad bin Shalih al Ustaimin?

Yang dimaksud disini adalah ilmu syar'i yaitu ilmu tentang apa-apa yang di turunkan Allah kepada Rasulnya 'shallallahu alaihi wasallam', berupa al-Qur'an dan As-Sunnah. Karena, ilmu yang didalamnya terkandung pujian dan sanjungan hanyalah ilmu syar'i
Allah 'azza wajalla berfirman:
"katakanlah : apakah sama orang yang mengetahui dan orang-orang yang tidak mengetahui? Hanya orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran." (Qs. Az-zumar: 9)
Nabi 'shallallahu alaihi wasalam' bersabda:
"barang siapa di kehendaki Allah untuk mendapat kebaikan, maka niscaya dia akan jadikan orang itu paham dalam urusan agamanya" (Shahih al-Bukhori, juz. 1 hal.26: Muslim. Juz. 3 hal.95)
Beliau juga bersabda:
"sesungguhnya para Nabi itu tidak mewariskan dinar dan dirham, melainkan hanya mewariskan ilmu. Maka barang siapa mengambil ilmu berarti ia telah mengambil kekayaan yang melimpah." (Shahih, Abu Daud no.3641-2, at-Tirmizdi no. 2683, Ibnu Majah no.223, di shahihkan Ibnu Hibban, no.80)

Telah di ketahui , bahwa yang diwariskan para Nabi adalah ilmu syar'i. Akan tetapi kita pun tidak mengingkari bahwa ilmu-ilmu yang lain pun memiliki faedah. Hanya saja, nilai faedah dari ilmu-ilmu tersebut dibatasi oleh dua hal, yaitu:

1. Jika ilmu-ilmu tersebut mendukung ketaatan kepada Allah dan untuk menegakkan agama Allah.
2. Ilmu tersebut dapat di ambil manfaatnya oleh hamba-hamba Allah.

Apabila dua batasan ini terpenuhi, maka ilmu tersebut akan menjadi kebaikan dan kemashlahatan. Sebagian ahlul 'ilmi bahkan menyebutkan bahwa mempelajari teknologi adalah fardhu kifayah. Dan perkara ini termasuk ke dalam wilayah penelitian dan perdebatan.

Namun lepas dari itu semua, maka ilmu yang datang sanjungan atasnya dan atas para penuntutnya adalah memahami kitab Allah dan Sunnah Rasulnya. Adapun di luar itu, jika ilmu itu menjadi wasilah untuk kebaikan maka menjadi kebaikan. Sebaliknya, jika menjadi wasilah kejahatan maka menjadi kejahatan. Dan jika tidak menjadi wasilah , baik untuk kebaikan maupun kejahatan maka merupakan kesia-siaan dan kelalaian.

Ilmu syar'i memiliki banyak sekali keutamaan, di antaranya:

1. Sesungguhnya Allah memuliakan ahlul 'ilmi (para ulama) di akhirat dan di dunia.
Di akhirat Allah mengangkat mereka beberapa derajat sesuai dengan dakwah Ilallah yang mereka tegakkan dan apa yang mereka amalkan dari ilmu yang mereka ketahui. Sedangkan di dunia, Allah memuliakan mereka di antara hamba-hambanya sesuai dengan apa yang mereka amalkan. Allah 'azza wajalla berfirman:
"niscaya Allah akan mengangkat orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang berilmu beberapa derajat" (Qs. Almujadillah:11)

2. Ilmu syar'i adalah warisan para Nabi , sebagaimana sabda beliau:
" sesungguhnya para Nabi itu tidak mewariskan dinar dan dirham, melainkan hanya mewariskan ilmu. Maka barang siapa mengambil ilmu, berarti dia telah mengambil kekayaan yang melimpah".

3. Ilmu syar'i termasuk amal yang pahalanya senantiasa mengalir sesudah kematian seseorang.
Nabi shallallahu alaihi wasalam bersabda:
"apabila manusia meninggal dunia maka terputus darinya (pahala) amalnya kecuali dari tiga, yaitu: shadakoh jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak shalih yang mendoakannya", (Shahih, Muslim: juz 5 hal. 73)

4. Sesungguhnya Rasul shallallahu alaihi wasalam tidak menginginkan seseorang iri (ghibthah) kepada orang lain atas nikmat yang di perolehnya, kecuali terhadap dua kenikmatan:
A. Menuntut ilmu dan mengamalkannya
B. Kekayaan yang di pergunakan pemiliknya untuk ber khidmat kepada islam.

Nabi shallallahu alaihi wasalam bersabda:
"tidak boleh ada hasad kecuali pada dua orang, yaitu: laki-laki yang di karuniai Allah harta maka dia mempergunakannya hingga habis dalam al haq (islam) dan laki-laki yang di karuniai Allah hikmah (ilmu) maka dia memutuskan perkara dengannya dan mengajarkannya". (Shahih al Bukhori: juz.1 hal.26, Muslim: juz 2 hal.201)

5. Sesungguhnya ilmu adalah cahaya yang menerangi seorang hamba, maka dengan ilmu itu dia mengetahui cara beribadah kepada Rabbnya dan cara bermuamalah dengan sesamanya maka perjalanan hidupnya dalam itu semua (yakni, ibadah dan muamalah) dilandaskan di atas ilmu dan bashirah.

6. Sesungguhnya orang yang berilmu adalah cahaya yang memberi petunjuk kepada manusia, baik dalam urusan dien dan dunia.

Tidak samar atas kebanyakan manusia kisah seorang laki-laki dari kalangan bani israil yang telah membunuh 99 jiwa, lalu dia bertanya kepada seorang ahli ibadah (rahib): apakah masih ada kesempatan baginya untuk bertaubat. Maka seakan-akan ahli ibadah itu terlalu membesar-besarkan perkara tersebut dan menjawab: tidak ada,!. Maka laki-laki itu membunuhnya hingga kini menjadi genap 100 jiwa yang telah di bunuhnya. Kemudian ia pergi kepada seorang yang berilmu untuk menanyakan masalahnya. Maka orang alim itu menjawab bahwa dia masih memiliki kesempatan untuk bertaubat dan tidak ada sesuatupun yang menghalanginya dari taubat. Kemudian disarankannya agar laki-laki itu pindah ke negeri lain yang penduduknya orang-orang shalih. Namun malaikat maut menjemputnya di tengah perjalanan sebelum ia sampai ke negeri yang di tujunya. Ini adalah kisah yang masyur, maka perhatikanlah perbedaan antara orang yang berilmu (alim) dan orang yang tidak berilmu (jahil). Selengkapnya dapat di baca dalam: Shahih al Bukhori:juz 4 hal.149, Muslim: juz 8 hal. 103)

Sumber: Syarh Al Ushul As Sittah, hal.130-132!Share