"Dunia berjalan ke belakang dan akhirat berjalan ke depan. Keduanya memiliki pengikut. Jadilah pengikut akhirat dan jangan menjadi pengikut dunia. Sebab, hari ini adalah amal dan bukan hisab, sedangkan besok adalah hisab dan tidak ada amal."

Minggu, 20 Mei 2012

MASA DEPAN ISLAM BERADA PADA MANHAJ SALAF

Diketik ulang dari buku Mulia  Dengan Manhaj Salaf Oleh Yazid bin Abdul Qadir Jawaz









Banyak sekali tercantum di dalam Al-Qur’an dan hadits-hadits mutawatir
serta  pengakuan dari dunia internasional bahwa masa depan hanyalah bagi
Islam. Lantas siapakah yang akan mengembalikan kejayaannya?

Sesungguhnya kami sangat yakin sekali bahwa yang akan mengembalikan

kejayaan Islam adalah manhaj Salafi, sebagaimana yang disebutkan dalam

hadits-hadits Nabi Shalallahu’alaihi wa Sallam.



  Allah Ta’ala berfirman:



“Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan)

mereka, tetapi Allah menolaknya, malah berkehendak menyempurnakan

cahaya-Nya, walaupun orang-orang kafir itu tidak menyukai. Dia-lah yang

telah mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk (Al-Qur’an)  dan agama yang

benar untuk diunggulkan atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik

tidak menyukai.” (QS. At-Taubah: 32-33)





  Dari an-Nu’man bin Basyir Radhiyallahu’anhu, ia berkata,
“Kami sedang duduk-duduk di masjid –dan Basyir adalah orang
yang selalu menahan lisan- lalu datanglah Abu Tsa’labah al-Khusyani dan
berkata, ‘Wahai Basyir bin Sa’d, apakah engkau hafal satu hadits dari
Rasulullah Shallahu’alaihi wa Sallam tentang kepemimpinan?’ Maka Hudzaifah berkata, ‘Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Sallam bersabda:
‘Kalian berada di bawah naungan zaman nubuwwah hingga
batas waktu yang telah dikehendaki Allah. Kemudian Allah mencabutnya
pada saat yang telah dikehendaki-Nya. Kemudian akan berdiri khilafah
yang berjalan di atas manhaj nubuwwah dan akan bertahan sampai
batas waktu yang telah dikehendaki Allah. Kemudian Allah mencabutnya
pada saat yang telah dikehendaki-Nya. Kemudian akan berdiri
kerajaan-kerajaan turun temurun dan akan bertahan sampai batas waktu
yang telah dikehendaki Allah, kemudian Allah mencabutnya pada saat yang
telah dikehendaki-Nya. Kemudian akan berdiri kerajaan diktator dan akan
bertahan sampai batas waktu yang telah dikehendaki Allah, kemudian Allah
mencabutnya pada saat yang telah dikehendaki-Nya. Kemudian setelah itu
akan berdiri khilafah yang berjalan di atas manhaj nubuwwah.’ Kemudian beliau diam.”[1]
Dari Tamim ad-Dari Radhiyallahu’anhu ia berkata, “Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Sallam bersabda,
“Sungguh agama Islam ini akan sampai keseluruh pelosok bumi yang dilalui malam
dan siang. Allah tidak akan membiarkan rumah di seluruh kota dan pelosok
desa kecuali Alah akan masukkan agama ini dengan memuliakan yang mulia
dan merendahkan yang hina. Yakni Allah akan memuliakan dengan Islam dan
menghidangkannya dengan kekufuran.”
Tamim berkata,
“Aku telah
mengetahui hal itu terjadi pada keluargaku. Siapa yang masuk Islam
diantara mereka mendapatkan kebaikan, kemuliaan, dan kekuatan. Sedangkan
yang kafir dari mereka mendapatkan kehinaan, kekerdilan, dan
kelemahan.”[2]
Hadits-hadits ini adalah penafsiran
dari ayat di atas. Maka dengan maknanya yang luas dan menyeluruh
sepatutnya memahami firman Allah bahwa Islam akan menguasai seluruh
pelosok bumi dan akan sampai kepada semua manusia, baik di pedalaman
maupun perkotaan.
Dan tidak sepatutnya seseorang menyangka bahwa ini telah terjadi pada masa Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Sallam dan
Khulafa-ur Rasyidin serta raja-raja Muslim yang shalih. Akan tetapi
tidak diragukan bahwa kemenangan agama dan penyebarannya telah meluas
pada masa mereka, namun pembicaraan ini tentang kesempurnaan, dan
kesempurnaan itu tidak terjadi, kecuali dengan menguasai timur dan barat
sebagaimana yang dikabarkan oleh Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Sallam
dan itu pasti akan terjadi dan akan tiba masanya tanpa keraguan.
Seakan-akan aku melihat kuda-kuda pasukan kaum Muslimin menghujamkan
tapal-tapalnya di negara-negara Eropa dan non-Arab seperti yang
dikabarkan oleh Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Sallam,
Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Sallam pernah
ditanya, “Dari dua kota, manakah yang pertama kali ditaklukkan:
Konstantinopel ataukah Romawi?” Beliau menjawab, “Kota Heraklius yang
pertama kali ditaklukkan.” Maksudnya adalah Konstantinopel.[3]
Dan telah terbukti pembebasan (penaklukan) kota Konstantinopel yang pertama
kali di bawah komando khalifah Utsmani Muhammad al-Fatih, dan pasti
akan terjadi penaklukkan yang kedua dengan izin Allah seperti yang
dikabarkan oleh Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Sallam,
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu bahwasanya Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Sallam
bersabda, “Pernahkah kalian , mendengar  tentang sebuah kota sebagian
darinya di daratan sementara sebagian lainnya berada di lautan?” Mereka
menjawab, Rasulullah.” Beliau bersabda, “Tidak akan tegak hari Kiamat
sebelum 70.000 dari keturunan bani Ishaq menyerangnya. Ketika mereka
mendatanginya maka mereka turun. Mereka tidak berperang dengan senjata
tidak pula melemparkan satu panah pun, mereka mengucapkan, ‘laa ilaaha illallahu wallahu akbar,’ maka salah satu bagian yang lain juga jatuh (ke tangan kaum Muslimin). Kemudian kelompok yang kedua juga mengucapkan, ‘laa ilaaha illallahu wallahu akbar,’ maka sisi kota yang lain juga jatuh. Kemudian kelompok ketiga juga mengucapkan ‘laa ilaaha illallahu wallahu akbar,’ maka dibukalah kota itu bagi mereka, lalu mereka memasukinya dan mendapatkan ghanimah (harta
rampasan perang) yang banyak. Dan ketika mereka sedang
membagi-bagikannya, tiba-tiba terdengar suara lantang, ‘Dajjal telah
keluar!!’ maka mereka pun meninggalkan semuanya dan kembali.”[4]
   
         Syaikh Ahmad Muhammad Syakir Rahimahullah
berkata, “Penaklukan Konstantinopel yang dikabarkan dalam hadits ini
akan terjadi dalam waktu dekat atau jauh, hanya Allah yang
mengetahuinya, dan itu adalah kemenangan yang benar ketika umat Islam kembali kepada agamanya yang sekarang mereka berpaling darinya. Adapun
penaklukan Turki yang terjadi sebelum masa kita ini, maka ia adalah
pembuka bagi kemenangan yang lebih besar kemudian, ia (Konstantinopel)
akan lepas dari tangan umat Islam ketika ia mengumumkan bahwa
pemerintahannya bukan pemerintahan Islam dan bukan pemerintahan agama,
dan kaum kafir menguasainya dan memerintah rakyat dengan undang-undang
paganis yang kafir. Dan kemenangan Islam Insya Allah, seperti yang dikabarkan oleh Rasulullah Shallahu’alahi wa Sallam.”[5]
            Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani Rahimahullah berkata,
“Kemenangan pertama telah terjadi (yaitu penaklukan Konstantinopel) di
bawah komando Muhammad al-Fatih al-‘Utsmani seperti yang sudah masyhur,
dan itu setelah berlalu 800-an tahun sejak Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Sallam memberitakan
kemenangan tersebut. Dan kemenangan kedua akan terwujud dengan izin
Allah, bahkan pasti akan terjadi, dan kalian akan mengetahuinya tidak
lama lagi. Dan tidak keraguan pula bahwa kemenangan kedua ini
berkonsekuensi kepada kembalinya khilafah raasyidah ke tangan umat Islam.”[6]
Ini semua tidak meninggalkan keraguan sedikit pun bahwa masa depan akan
berada pada agama Allah dengan seizing dan hidayah-Nya.
Secara fitrah, sesungguhnya manusia sekarang ini sedang mengalami
kenyataan pahit dalam kehidupan serta rohaninya, kesusahan telah menimpa
mereka disebabkan jauh dari naungan Islam yang haq, maka sudah menjadi
keharusan jika mereka berpecah-belah, berada dalam kebingungan,
kehinaan, kekalahan.
            Oleh karena itu, manusia membutuhkan satu manhaj (metode)
untuk mereka jalankan dan mengembalikan manusia agar beradaptasi
(bersesuaian) dengan alam yang ia hidup di dalamnya, dan menciptakan
tatanan masyarakat yang masing-masing individunya menjadi saudara karena
Allah, yang diikat dengan aturan ilahi, sebagiannya akan menguatkan
sebagian yang lain, dan mempertahankan keberadaan mereka dari keburukan.
Manusia sendiri tidak akan mendapatkan atau melihat jalan yang lurus,
kecuali jika ia kembali kepada manhaj Rabb-nya yang bisa mengembalikan
kepada fitrah. Karena manhaj ilahi tersebut adalah agama fitrah yang
Allah menciptakan manusia di atasnya. Allah Ta’ala berfirman:
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah
Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak
ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Ar-Ruum: 30)
Para pakar barat banyak berbicara tentang faktor-faktor yang
menghancurkan kota mereka, tetapi setiap orang dari mereka mendudukkan
masalah hanya dari sudut pandang-nya dalam khyalan yang membentuk
gambaran-gambaran dan ciri-ciri dari jalan keluar yang mereka merangkak
menuju kepadanya. Sementara orang yang paling bijak diantara mereka
mengakui Islam akan datang, tidak ada tempat berlari darinya dan ia akan
tersebar luas tanpa ada keraguan seperti yang dikatakan oleh George
Bernardshow, “Aku mempersaksikan bahwa Muhammad –Shalallahu’alaihi wa Sallam- akan diterima di Eropa nantinya, dan sekarang ia telah mulai diterima. Dan saya berpendapat bahwa sepantasnya Muhammad Shalallahu’alaihi wa Sallam- disebut
sebagai penyelamat manusia dan orang yang semisalnya jika memegang
tampuk kepemimpinan dunia pada zaman sekarang niscaya akan berhasil
dalam mengatasi berbagai masalah dan akan menciptakan keselamatan dan
kebahagiaan di muka bumi.”[7]
Demikianlah persaksian para pakar politisi barat bahwa masa depan nantinya ada di
tangan Islam, meskipun demikian mereka tetap saja tidak mau berjalan
menuju Islam, tetapi malah memeranginya guna memadamkan cahaya Allah
meskipun mereka tahu Islam itulah yang benar. Allah Ta’ala berfirman,
“Orang-orang yang telah Kami berikan kitab kepadanya, mereka mengenalnya (Muhammad)
seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Orang-orang yang merugikan
dirinya, mereka itu tidak beriman (kepada Alllah).” (QS. Al-An’aam: 20)
Inilah semua karena adanya hikmah Allah yang sangat bijaksana dalam
membuktikan kebenaran firman-Nya dan sabda Rasul-Nya bahwa kesempurnaan
agama dan kepemimpinannya akan terjadi walaupun tidak dikehendaki oleh
orang-orang kafir dan para pendurhaka. Renungkanlah firman Allah Ta’ala:
“Walaupun orang-orang kafir membenci,” dan perhatikanlah firman-Nya, “Walaupun orang-orang musyrik membenci.”
Jadi jelaslah bahwa masa depan ada di tangan Islam. Akan tetapi, apa
ciri-ciri manhaj yang akan membawa umat Islam kepada masa depan yang
cerah, kemajuan yang nyata, dan kemenangan yang pasti atas musuh-musuh
Allah dengan izin-Nya?
A.    Sesungguhnya ia adalah manhaj yang berjalan di atas manhaj yang berjalan di atas jejak Shahabat Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Sallam. Ini ditunjukkan oleh beberapa hal berikut:
Pertama: Bahwa masa depan Islam akan tercapai dengan mengembalikan khilafah rasyidah di atas manhaj nubuwwah, seperti ditegaskan dalam hadits Hudzaifah.
Kedua: Sesungguhnya yang telah mewujudkan kemuliaan Islam adalah khilafah rasyidah (Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman, dan ‘Ali) yang datang sesudah masa kenabian dan berada di atas manhaj nubuwwah.
Ketiga: Sesungguhnya Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Sallam telah mengabarkan tentang khilafah rasyidah
yang berada di atas manhaj nubuwwah, maka jelas bahwa  masa depan Islam
seperti masa lalunya yang berada dalam kemenangan, kemajuan, dan perkembangan pesat.
Keempat: Sesungguhnya yang mewujudkan khilafah rasyidah setelah masa kenabian adalah para Shahabat Radhiyallahu’anhum dan orang yang mengikuti mereka dengan baik. Jadi, yang mengembalikan khilafah rasyidah di atas manhaj nubuwwah ialah mereka yang berada di atas manhaj Salafush Shalih dari kalangan Shahabat dan pengikutnya.
Kelima: Bahwa memerangi Yahudi di akhir zaman tidak dilakukan oleh para Shahabat, lantas bagaimana mendudukan khitab (titab) Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Sallam kepada mereka sebagaimana tersebut dalam hadits Abu Hurairah dan hadits Ibnu ‘Umar, Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Sallam bersabda:
“Kalian pasti akan memerangi Yahudi. Sungguh, kalian akan membunuhi mereka
sampai batu berkata, ‘Wahai Muslim, ini ada orang Yahudi, kemari dan bunuhlah dia.”[8]
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani Rahimahullah menjelaskan,
“Maksud ucapan Rasul “kalian pasti akan memerangi Yahudi” menunjukkan
bolehnya memberikan titah kepada orang yang bukan pelakunya karena
adanya kesamaan jalan dan prinsip hidup. Seperti titah dalam dalam
hadits ini diperuntukkan bagi para Shahabat, tetapi yang dimaksud adalah
orang yang datang jauh setelah mereka. Karena mereka memiliki landasan
keimanan yang sama (dengan para Shahabat) sehingga lafazh hadits di atas
sangat sesuai bila ditunjukkan juga kepada mereka.[9]
Maka menjadi jelas bahwa orang yang datang untuk mewujudkan masa depan Islam
adalah mereka yang berada di atas manhaj para Shahabat Radhiyallahu’anhum.

B.     Ia adalah manhaj pembenahan (perbaikan) dan pendidikan yang lurus. Hal ini ditunjukkan oleh beberapa hal berikut

Pertama:
Bahwa manhaj Shahabat yang telah mewujudkan khiafah yang lurus dan
bersih setelah masa kenabian adalah manhaj yang mendidik dan
memperbaiki. Jadi, manhaj orang-oang yang mewujudan khilafah yang lurus
yang berada di atas manhaj nubuwwah, adalah manhaj yang mampu mengadakan
perbaikan dan pembenahan.

Kedua: Bahwa bicaranya bebatuan dan pepohonan kepada generasi yang mewujudkan khilafah rasyidah di
atas manhaj nubuwwah menunjukkan bahwa manhaj mereka adalah manhaj yang
mampu memperbaiki dan mendidik, “Wahai kaum muslim! Wahai hamba Allah!”
Sementara penghambaan kepada Allah tidak akan terwujud dalam diri
manusia, kecuali dengan perbaikan dan pendidikan
.
Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Sallam bersabda,
“Kiamat tidak akan terjadi hingga umat Islam memerangi Yahudi, umat Islam akan
membunuhi mereka hingga seorang Yahudi bersembunyi di balik batu dan
pohon, maka batu atau pohon berkata, ‘Wahai Muslim, wahai hamba Allah,
ini ada orang Yahudi di belakangku, kemari dan bunuhlah dia.’ Kecuali
pohon Gharqad karena ia pohon orang Yahudi.”[10]

Ketiga:
Sesungguhnya kemenangan dan kejayaan Islam di muka bumi adalah buah dari
usaha perbaikan dan pendidikan, sebagaimana firman Allah Ta’ala,
“Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman dan
yang mengerjakan kebajikan, bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka
berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum
mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka dengan
agama yang telah Dia ridhai. Dan Dia benar-benar mengubah (keadaan)
mereka, setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka
(tetap) beribadah kepada-Ku dengan tidak mempersekutukan-Ku dengan
sesuatu pun. Tetapi barangsiapa (tetap) kafir setelah (janji) itu, maka
mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. An-Nuur: 55)
Ini merupakan sebuah janji yang sudah terbukti, tidak ada yang bisa
menolak, dan janji yang jujur tidak ada yang mendustakan karena ia
adalah janji Allah, dan janji Allah pasti benar, dan sekali-kali Allah
tidak akan mengingkarinya
Allah telah menjanjikan kepada orang-orang
diantara kamu yang beriman dan yang mengerjakan kebajikan, bahwa Dia
 sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi.
Khilafah adalah janji Allah bagi kelompok berian pada setiap masa. Ia ketetapan
dari Sunnatullah dan Anda tidak akan melihat perubahan pada Sunnatullah
dan sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa”. Sementara, permulaan khilafah dan sebagai tanda pemahamannya adalah “dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka dengan agama yang telah Dia ridhai untuk mereka.”
            Adapun kekuasaan merupakan awal kekhalifahan, maka kekuasaan dalam agama adalah mengatur kehidupan dan mensiasatinya. Namun, kekuasaan itu tidak dianggap sempurna melainkan setelah mampu meneguhkan hati dengan keimanan, jika
nilai agama telah tertanam baik di dalam lubuk hati para da’i dan
menghiasi seluruh prilaku mereka maka ketahuilah pada saat itu janji
Allah sudah dekat.
            Adapun kekuasaan bisa dianggap sebagai tanda kekhilafahan sebab kekhilafahan berfungsi sebagai media untuk memakmurkan bumi di atas manhaj Allah, memanfaatkan segala sesuatu yang dititipkan Allah kepadanya untuk meraih ridha Allah, maka
orang-orang mukmin ketika agama telah meguasai hati mereka sebelum
tanah mereka, mereka akan memegang kendali Negara penuh dengan kebaikan
dan keadilan, mereka akan tegar di hadapan syahwat yang tumbuh di muka
bumi dan akan membawa manusia untuk mewujudkan manhaj Allah seperti yang
dinginkan-Nya. Karena itulah mereka menebarkan keamanan dan menumpas
ketidakadilan  maka masyarakat mereka menjadi tempat
yang aman, tenang, dan tenteram. Di sini tampaklah pengaruh tauhid dan
beribadah hanya kepada Allah saja sebelum dan sesudah kekhilafahan, dan
kekuasaan dalam firman Allah sebagai faktor kekhilfahan, kekuasaan, dan
keamanan “mereka (tetap) beribadah kepada-Ku dengan tidak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu pun.” Lantas apakah realisasi ibadah kepada Allah dituntut setelah adanya khilafah dan kekuasaan?
Jawabnya bahwa merealisasikan tuahid dan ibadah hanya kepada Allah saja merupakan faktor utama tegaknya khilafah dan kekuasaan.
Perlu diketahui bahwa sesungguhnya khilafah dan kekuasaan merupakan bentuk
beban terhadap diri dan kehidupan. Maka khilafah dan kekuasaan menuntut
untuk tidak berlaku sombong dan congkak atau kurang amanah terhadapnya
ketika memegang kekuasaan dan teledor dalam menegakkan perintah dan agama Allah.
Sesungguhnya banyak jiwa yang mampu tegar menghadapi berbagai cobaan dan kesulitan, tetapi sedikit yang tahan uji ketika berhadapan dengan kekuasaan dan kenikmatan. Bukankah ujian itu bisa dengan kesusahan dan kesenangan?
Sesungguhnya ketegaran dan keteguhan hati di atas kebenaran setelah berkuasa,
menempati posisi yang sangat tinggi di atas kekuasaan dan khilafah
karena hal itulah yang memelihara dan melindungi utuhnya kekuasaan. Ini
adalah hakikat yang disebutkan didalam Al-Qur’an,
…Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sungguh, Allah Mahakuat,
Mahaperkasa. (Yaitu) orang-orang yang jika Kami berib kedudukan di muka
bumi, mereka melaksanakan shalat, menunaikan zakat, dan menyuruh
berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, dan kepada Allah lah
 kembali segala urusan.” (QS. Al-Hajj: 40-41)
Sesungguhnya yang dimaksud adalah ketegaran di atas manhaj setelah
meraih khilafah dan kekuasaan seperti generasi terdahulu yang mampu
tegar di atas manhaj, padahal mereka mendapat bermacam-macam ujian yang
berat dari orang-orang kafir.
Dengan demikian jelaslah bahwa tauhid dan beribadah hanya kepada Allah saja
adalah faktor utama bagi terwujudnya khilafah dan kekuasaan. Allah telah mensifati generasi Salaf dengan iman dan amal shalih sebelum mereka berkuasa dan memegang khilafah. Maka
yang demikian itu menjadi tujuan utama ditegakkannya khilafah dan
kekuasaan sebagaimana yang telah dijelaskan dalam firman Allah Ta’ala
(yang artinya),
“Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di
antara  kamu yang beriman dan mengerjakan kebajikan, bahwa Dia sungguh
akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan
orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan
bagi mereka dengan agama yang telah Dia ridhai. Dan Dia benar-benar
mengubah (keadaan) mereka, setelah berada dalam ketakutan menjadi aman
sentosa. Mereka (tetap) beribadah kepada-Ku dengan tidak
mempersekutukan-Ku dengan sesuatu pun. Tetapi barangsiapa (tetap) kafir
 setelah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. An-Nuur: 55)
Allah memenangkan Nabi-Nya, menegakkan agama-Nya, maka mereka pun
menjadi aman, dan janji Allah akan terwujud untuk kesekian kalinya, dan
senantiasa akan terwujud dan benar-benar terjadi selama kaum Muslimin
memenuhi syarat yang diberikan oleh Allah, “Mereka (tetap) beribadah kepada-Ku dengan tidak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu pun.”
            Akan tetapi kemudian mereka mengubahnya, maka Allah mengubah keadaan mereka, “Tetapi barangsiapa (tetap) kafir setelah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.”
Sesungguhnya tauhid dan beribadah hanya kepada Allah saja adalah hakekat yang besar
yang harus diwujudkan oleh siapa saja yang ingin sampai kepada hakekat
janji Allah dan harus mamapu membuktikan hakekatnya dalam interaksi
kehidupan yang Islami, sedangkan ia mengetahui syarat-syaratnya sebelum
tertimpa keraguan dan kebimbangan atas datangnya janji kemenangan
tersebut.
Sungguh, tidak setiap kali umat ini berjalan di atas  manhaj Allah dengan tujuan agar agama ini
seluruhnya milik Allah, maka janji Allah pasti terwujud berupa
kekhalifahan, kekuasaan, dan keamanan, “Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya.” (QS. Al-Hajj: 40)
Jika tauhid dan beribadah hanya kepada Allah saja merupakan sebab utama
bagi panutan yang pertama, yaitu Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wa Sallam dan para Shahabatnya Ridhwanullahi’alaihim ajma’iin umtuk meraih khilafah dan kekuasaan, maka begitu pula hal tersebut merupakan sebab utama bagi ath-tha-ifah al-manshurah untuk
meraih khilafah dan kekuasaan karena mereka satu manhaj dan prinsip
dengan Rasulullah dan para Shahabatnya. Sebab, akhir umat ini tidak akan
baik, kecuali dengan apa yang membuat baik generasi pertama umat ini.
            Telah namapak dengan penuh keyakinan dan telah kami lihat secara nyata bahwa manhaj yang mampu mengembalikan khilafah rasyidah adalah
manhaj yang berdiri di atas manhaj nubuwwah. Karena, tidak ada manhaj
yang mampu mewujudkan masa depan Islam serta mampu mematahkan serangan
Yahudi dan membabat habis gerakan setiap musuh yang berbahaya kecuali manhaj salaf.[11]



 










[1] Shahih li ghairihi: HR.


Abu Dawud ath-Thayalisi (no. 439) dan Ahmad (IV/273) dan selainnya.

Kata Imam al-‘Iraqi hadits ini shahih. Imam al-Haitsami berkata dalam Majma’uz Zawaa-id (V/189), “Para perawinya tsiqah.” Dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (no.5).



[2]  Shahih: HR. Ahmad (IV/103), al-Hakim (IV/430-431), dan selainnya.



[3]  Shahih: HR. Ahmad (II/176) ad-Darimi (I/126), al-Hakim (IV/422, 508, 555)



[4]  Shahih: HR. Muslim (no. 2920)



[5] Syarah Musnad Imam Ahmad (XVII/103)



[6] Silsillah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (I/33)



[7]  Dinukil dari Bashaa-iru Dzawisy Syaraf (hal. 158-159)





[8]  Shahih: HR.

Al-Bukhari (no. 2925) dan Muslim (no. 2921 (79)) lafazh ini milik

Muslim, dari Shahabat Ibnu ‘Umar Radhiyallahu’anhuma. Juga dari Shahabat

Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu yang diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 2926) dan Muslim (no. 2922).



[9] Fathul Baari (VI/610).



[10]  Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 2926 dan Muslim (no. 2922) lafazh ini milik Muslim dari Shahabat Abu Hurairah Radhiyaalhu’anhu.



[11] Diringkas dari Bashaa-iru Dzawasy Syaraf bi Marwiyyati Manhajas Salaf (hal.156-165)


sumber: fakir ilmu


Share