Pendahuluan
Allah telah menjadikan kasih sayang yang murni di antara sesama muslim sebagai simpul ikatan kecintaan fillah yang paling kuat, dan yang memadukan antara orang-orang yang berkasih sayang di bawah nauangan ‘ArsyNya. Islam menguatkan lagi dengan kewajiban menjaga harta, kehormatan dan jiwa seorang muslim agar tidak tertimpa musibah dan tidak terkena keburukan.
Namun, ada sebagian jiwa manusia yang kehausan di tengah perairan yang tawar, mengharapkan sirnanya kebaikan dari orang lain yang dianugerahi nikmat dan rizki oleh Allah, dan memandang mereka dengan rasa dengki, sehingga melahirkan buah yang buruk berupa ghibah (meng-gunjing), mengadu domba, mengolok-olok dan sebagainya.
Tidak ada suatu masyarakat pun yang terbebas dari polusi jiwa buruk seperti ini.
Inilah risalah keempat dari serial “Bertaubat dari …” yang mengupas tentang dengki, yaitu topik yang dipan-dang oleh mayoritas orang sebagai suatu problem yang telah menembus barisan kaum muslimin.
Semoga Allah membersihkan hati kita semua dari kedengkian dan menjadikan kita semua sebagai orang-orang yang bersaudara dan saling mencintai.
Dengki
Dengki adalah mengharapkan hilangnya nikmat dari seseorang yang memilikinya, baik nikmat agama maupun nikmat dunia. Ini adalah sikap yang tercela karena dapat mendatangkan bahaya pada jasmani dan menimbulkan kerusakan dalam kehidupan beragama (rohani), bahkan hal itu dapat menganiaya dan menyakiti seorang muslim, karena itulah Allah Ta'ala dan RasulNya melarangnya.
Allah Ta'ala berfirman:
“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang muk-min dan mu'minat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebo-hongan dan dosa yang nyata.” (Al-Ahzab: 58)
Allah juga berfirman dalam rangka mencela orang-orang yang dengki dan mengingkari perbuatan mereka:
“Ataukah mereka dengki kepada manusia (Muham-mad) lantaran karunia yang Allah telah berikan kepadanya.” (An-Nisaa: 54)
Allah telah memerintahkan agar kita berlindung kepadaNya dari kejahatan orang yang dengki, sebagaimana firmanNya:
“dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki.” (Al-Falaq: 5)
Kemudian agar kita selalu waspada terhadap per-buatan dengki dan akibat-akibatnya, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
“Jauhkanlah diri kalian dari dengki, karena dengki akan memakan kebaikan-kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar.” (HR. Abu Daud). Dalam riwa-yat lain disebutkan: “.. rerumputan.”
Beliau bersabda pula:
“Sesungguhnya nikmat-nikmat Allah itu ada musuh-musuhnya”, ditanyakan kepada beliau: “Siapakah para musuh itu?” maka beliau bersabda: “Yaitu orang-orang yang dengki terhadap anugerah yang telah Allah berikan kepada sebagian mereka.” (HR Ath-Thabrani)
Selanjutnya, agar masyarakat muslim tetap meme-lihara kemurnian dan kejernihan bermasyarakat, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang segala sesuatu yang dapat mengeruhkannya, beliau bersabda:
“Janganlah kalian saling membenci, janganlah ka-lian saling mendengki, janganlah kalian saling mem-belakangi dan janganlah kalian saling memutuskan tali persaudaraan, akan tetapi hendaklah kalian menjadi hamba-hamba Allah yang saling bersudara, dan tidak halal bagi seorang muslim untuk men-diamkan saudaranya lebih dari tiga hari.” (Muttafaq ‘alaih)
Hakekat dengki dan hukumnya
Hakekat dengki adalah: Kuatnya rasa duka terhadap kebaikan-kebaikan yang ada pada orang lain. Jika Allah Ta'ala memberikan nikmatNya kepada saudara anda, maka terhadap nikmat itu ada dua kemungkinan, yaitu:
Pertama: anda membenci nikmat tersebut dan anda senang jika nikmat itu hilang, sikap inilah yang disebut dengki. Dengan demikian dengki itu adalah: benci terhadap suatu nikmat dan senang jika nikmat itu hilang dari orang yang menerimanya.
Kedua: anda tidak senang jika nikmat itu hilang dan anda tidak benci dengan adanya nikmat itu serta tidak benci jika nikmat itu ada terus berlanjut, akan tetapi andapun berhasrat mendapat nikamat yang serupa. Inilah yang dinamakan gibthah yaitu berharap mendapat nikmat seperti orang lain tanpa disertai dengan iri hati. Ada kalanya sikap seperti ini disebut persaingan.
Sikap pertama tadi hukumnya haram dalam bentuk apapun, kecuali terhadap nikmat yang ada pada orang yang jahat atau pada orang kafir, karena nikmat itu akan ia jadikan fitnah, merusak hubungan antara sesama dan menyakiti manusia, dengan demikian kebencian anda terhadap nikmat itu dan kesenangan anda bila nikmat itu hilang (dari orang jahat atau kafir) tidak mendatangkan bahaya pada diri anda, karena yang anda senangi bukanlah hilangnya nikmat itu sendiri tetapi karena nikmat itu dijadikan alat untuk merusak, walaupun anda terlepas dari kerusakan tersebut
dan tidak ikut merasakan kenik-matannya.
Haramnya sikap yang pertama ini adalah karena dali-dalil yang disebutkan tadi dan karena adanya rasa tidak senang terhadap ketentuan Allah dalam hal memberikan kelebihan kepada sebagian hamba terhadap sebagian lainnya, yang mana rasa tidak senang ini tanpa alasan dan tanpa pengecualian. Kemaksiatan apa yang lebih besar dari pada ketidak sukaan anda terhadap kesenangan seorang muslim, padahal itu tidak membahayakan anda? Al-Qur’an mengisyaratkan:
“Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya.”(Ali Imran: 120)
Kegembiraan di sini adalah kegembiraan terhadap kerugian orang lain, kedengkian dan kegembiraan terhadap kerugian orang lain adalah dua hal yang saling berpautan yang tidak bisa dipisahkan.
Di antara yang dapat ditimbulkan oleh kemarahan adalah iri hati dan dengki, hal itu dikarenakan bahwa kemarahan itu jika dia menahan dan menyembunyikannya karena tidak bisa melampiaskannya, maka kemarahan itu kembali ke dalam hati dan berdiam di dalamnya kemudian
berubah menjadi iri dan dengki. Dalam keadaan demikian hati menjadi sempit lalu timbullah rasa tidak senang, inilah dengki. Di samping itu, marah juga dapat menimbulkan pada diri anda harapan akan hilangnya nikmat dari orang yang mendapatkannya, anda akan senang bila mendapatkan nikmat tersebut dan bahagia jika orang itu mendapatkan musibah. Karena itu anda menari-nari bila ia mendapat musibah, mendiamkannya, memutuskan hubungan dengannya jika ia datang kepada anda, sementara lidah anda melontarkan kata-kata yang tidak layak, menghinanya, mengolok-oloknya dan menyakitinya, serta menghalanginya untuk mendapatkan haknya, yaitu bersilahturahmi. Semua itu adalah perbuatan haram yang amat besar dosanya. Kedengkian yang paling rendah tingkatannya adalah kekurangan yang mengurangi kadar agamanya. Disebutkan dalam sebuah sya’ir, yang maksudnya:
“Mereka dengki terhadap si pemuda karena tidak mendapat apa yang dimilikinya, maka kaum itu menjadi musuh dan lawannya.
Seperti para madu seorang isteri jelita, yang mereka ucapkan tentang wajahnya, hanyalah kedengkian dan kemarahan, bahwa sungguh itu sangat buruk.”
Share
Allah telah menjadikan kasih sayang yang murni di antara sesama muslim sebagai simpul ikatan kecintaan fillah yang paling kuat, dan yang memadukan antara orang-orang yang berkasih sayang di bawah nauangan ‘ArsyNya. Islam menguatkan lagi dengan kewajiban menjaga harta, kehormatan dan jiwa seorang muslim agar tidak tertimpa musibah dan tidak terkena keburukan.
Namun, ada sebagian jiwa manusia yang kehausan di tengah perairan yang tawar, mengharapkan sirnanya kebaikan dari orang lain yang dianugerahi nikmat dan rizki oleh Allah, dan memandang mereka dengan rasa dengki, sehingga melahirkan buah yang buruk berupa ghibah (meng-gunjing), mengadu domba, mengolok-olok dan sebagainya.
Tidak ada suatu masyarakat pun yang terbebas dari polusi jiwa buruk seperti ini.
Inilah risalah keempat dari serial “Bertaubat dari …” yang mengupas tentang dengki, yaitu topik yang dipan-dang oleh mayoritas orang sebagai suatu problem yang telah menembus barisan kaum muslimin.
Semoga Allah membersihkan hati kita semua dari kedengkian dan menjadikan kita semua sebagai orang-orang yang bersaudara dan saling mencintai.
Dengki
Dengki adalah mengharapkan hilangnya nikmat dari seseorang yang memilikinya, baik nikmat agama maupun nikmat dunia. Ini adalah sikap yang tercela karena dapat mendatangkan bahaya pada jasmani dan menimbulkan kerusakan dalam kehidupan beragama (rohani), bahkan hal itu dapat menganiaya dan menyakiti seorang muslim, karena itulah Allah Ta'ala dan RasulNya melarangnya.
Allah Ta'ala berfirman:
“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang muk-min dan mu'minat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebo-hongan dan dosa yang nyata.” (Al-Ahzab: 58)
Allah juga berfirman dalam rangka mencela orang-orang yang dengki dan mengingkari perbuatan mereka:
“Ataukah mereka dengki kepada manusia (Muham-mad) lantaran karunia yang Allah telah berikan kepadanya.” (An-Nisaa: 54)
Allah telah memerintahkan agar kita berlindung kepadaNya dari kejahatan orang yang dengki, sebagaimana firmanNya:
“dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki.” (Al-Falaq: 5)
Kemudian agar kita selalu waspada terhadap per-buatan dengki dan akibat-akibatnya, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
“Jauhkanlah diri kalian dari dengki, karena dengki akan memakan kebaikan-kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar.” (HR. Abu Daud). Dalam riwa-yat lain disebutkan: “.. rerumputan.”
Beliau bersabda pula:
“Sesungguhnya nikmat-nikmat Allah itu ada musuh-musuhnya”, ditanyakan kepada beliau: “Siapakah para musuh itu?” maka beliau bersabda: “Yaitu orang-orang yang dengki terhadap anugerah yang telah Allah berikan kepada sebagian mereka.” (HR Ath-Thabrani)
Selanjutnya, agar masyarakat muslim tetap meme-lihara kemurnian dan kejernihan bermasyarakat, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang segala sesuatu yang dapat mengeruhkannya, beliau bersabda:
“Janganlah kalian saling membenci, janganlah ka-lian saling mendengki, janganlah kalian saling mem-belakangi dan janganlah kalian saling memutuskan tali persaudaraan, akan tetapi hendaklah kalian menjadi hamba-hamba Allah yang saling bersudara, dan tidak halal bagi seorang muslim untuk men-diamkan saudaranya lebih dari tiga hari.” (Muttafaq ‘alaih)
Hakekat dengki dan hukumnya
Hakekat dengki adalah: Kuatnya rasa duka terhadap kebaikan-kebaikan yang ada pada orang lain. Jika Allah Ta'ala memberikan nikmatNya kepada saudara anda, maka terhadap nikmat itu ada dua kemungkinan, yaitu:
Pertama: anda membenci nikmat tersebut dan anda senang jika nikmat itu hilang, sikap inilah yang disebut dengki. Dengan demikian dengki itu adalah: benci terhadap suatu nikmat dan senang jika nikmat itu hilang dari orang yang menerimanya.
Kedua: anda tidak senang jika nikmat itu hilang dan anda tidak benci dengan adanya nikmat itu serta tidak benci jika nikmat itu ada terus berlanjut, akan tetapi andapun berhasrat mendapat nikamat yang serupa. Inilah yang dinamakan gibthah yaitu berharap mendapat nikmat seperti orang lain tanpa disertai dengan iri hati. Ada kalanya sikap seperti ini disebut persaingan.
Sikap pertama tadi hukumnya haram dalam bentuk apapun, kecuali terhadap nikmat yang ada pada orang yang jahat atau pada orang kafir, karena nikmat itu akan ia jadikan fitnah, merusak hubungan antara sesama dan menyakiti manusia, dengan demikian kebencian anda terhadap nikmat itu dan kesenangan anda bila nikmat itu hilang (dari orang jahat atau kafir) tidak mendatangkan bahaya pada diri anda, karena yang anda senangi bukanlah hilangnya nikmat itu sendiri tetapi karena nikmat itu dijadikan alat untuk merusak, walaupun anda terlepas dari kerusakan tersebut
dan tidak ikut merasakan kenik-matannya.
Haramnya sikap yang pertama ini adalah karena dali-dalil yang disebutkan tadi dan karena adanya rasa tidak senang terhadap ketentuan Allah dalam hal memberikan kelebihan kepada sebagian hamba terhadap sebagian lainnya, yang mana rasa tidak senang ini tanpa alasan dan tanpa pengecualian. Kemaksiatan apa yang lebih besar dari pada ketidak sukaan anda terhadap kesenangan seorang muslim, padahal itu tidak membahayakan anda? Al-Qur’an mengisyaratkan:
“Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya.”(Ali Imran: 120)
Kegembiraan di sini adalah kegembiraan terhadap kerugian orang lain, kedengkian dan kegembiraan terhadap kerugian orang lain adalah dua hal yang saling berpautan yang tidak bisa dipisahkan.
Di antara yang dapat ditimbulkan oleh kemarahan adalah iri hati dan dengki, hal itu dikarenakan bahwa kemarahan itu jika dia menahan dan menyembunyikannya karena tidak bisa melampiaskannya, maka kemarahan itu kembali ke dalam hati dan berdiam di dalamnya kemudian
berubah menjadi iri dan dengki. Dalam keadaan demikian hati menjadi sempit lalu timbullah rasa tidak senang, inilah dengki. Di samping itu, marah juga dapat menimbulkan pada diri anda harapan akan hilangnya nikmat dari orang yang mendapatkannya, anda akan senang bila mendapatkan nikmat tersebut dan bahagia jika orang itu mendapatkan musibah. Karena itu anda menari-nari bila ia mendapat musibah, mendiamkannya, memutuskan hubungan dengannya jika ia datang kepada anda, sementara lidah anda melontarkan kata-kata yang tidak layak, menghinanya, mengolok-oloknya dan menyakitinya, serta menghalanginya untuk mendapatkan haknya, yaitu bersilahturahmi. Semua itu adalah perbuatan haram yang amat besar dosanya. Kedengkian yang paling rendah tingkatannya adalah kekurangan yang mengurangi kadar agamanya. Disebutkan dalam sebuah sya’ir, yang maksudnya:
“Mereka dengki terhadap si pemuda karena tidak mendapat apa yang dimilikinya, maka kaum itu menjadi musuh dan lawannya.
Seperti para madu seorang isteri jelita, yang mereka ucapkan tentang wajahnya, hanyalah kedengkian dan kemarahan, bahwa sungguh itu sangat buruk.”