"Dunia berjalan ke belakang dan akhirat berjalan ke depan. Keduanya memiliki pengikut. Jadilah pengikut akhirat dan jangan menjadi pengikut dunia. Sebab, hari ini adalah amal dan bukan hisab, sedangkan besok adalah hisab dan tidak ada amal."

Rabu, 25 Mei 2011

Kebodohan adalah penyakit mematikan

Kebodohan adalah penyakit mematikan

"jabir rodhiyallahuanhu berkata 'kami pernah keluar dalam sebuah perjalanan. Tiba tiba, salah seorang di antara kami tertimpa batu hingga luka pada bagian kepalanya. Kemudian ia ber "ihtilam" (mimpi yang mengeluarkan air mani), maka iapun bertanya kepada teman-temannya, "apakah kalian mengetahui ada keringanan buatku untuk bertayamum,,? Mereka menjawab, kami tidak mengetahui adanya keringanan untukmu selama kamu sanggup memakai air. Maka iapun mandi dan akhirnya ia meninggal dunia. Ketika kami pulang, kejadian ini di ceritakan kepada rasullullah shallallahu alaihi wasallam. Maka beliau bersabda, "sungguh mereka telah membunuhnya, semoga Allahpun membalas mereka. Mengapakah mereka tidak bertanya ketika mereka tidak tahu,,? Sesungguhnya obat kebodohan itu adalah bertanya,' kemudian Rasullullah menjelaskan bahwa cukup baginya bertayamum, [lalu ia (menahan) atau (membalut) -musa ragu- lukanya dengan secarik kain kemudian ia usap di atas lukanya dan menyiram seluruh badannya]." (HR.Abu daud juz. 1 hal. 85 no. 336)

Di hasankan oleh syaikh Albani dengan syahid dari hadist ibnu abbas rodhiyallahuanhu, abu daud 1/85 no. 337, tamamul minnah, 131)
Derajat hadist
Ahli hadist syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani menjelaskan: hadist ini telah di dhoifkan oleh Al-Baihaqi dan al-Asqolani. Tetapi ada syahid (penguat) dari hadist ibnu abbas 'rodhiyallahuanhu' yang mengangkatnya ke derajat hasan, namun tanpa kata-kata : [lalu ia (menahan) atau (membalut).......dst.]. Tambahan ini adalah dhoif lagi munkar, karena hanya diriwayatkan dari jalan yang dhaif ini saja. (Tamamul Minnah, 131)

Pelajaran dari hadist:
Pertama, bahayanya berfatwa tanpa ilmu. Karena selain berdosa, juga dapat menyebabkan orang lain yang menerima fatwa tersebut tersesat dan binasa. Ia sesat dan menyesatkan orang lain.

Kedua, orang awam hendaknya menanyakan dalil atas setiap fatwa yang disampaikan kepadanya. Camkan, bahwa kewajiban kita hanyalah mengikuti dalil, bukan mengikuti pendapat manusia. Imam Asy-Syafi'i berkata: "kaum muslimin telah bersepakat (ijma) bahwa siapun yang telah nyata baginya sunnah Rasullullah 'shallallah alaihi wasallam', maka haram baginya untuk meninggalkan sunnah tersebut untuk mengikuti perkataan manusia."
[i'lamul muwaqqi'in, ibnul qoyyim, 2/361]

Ketiga, orang yang di tanya tentang suatu perkara Dien, jika ia tahu ilmunya, maka wajib ia menyampaikannya. Maka jika ia tidak mengetahui ilmunya, wajib ia mengatakan : "aku tidak tahu".
'Abdullah bin 'umar ketika di mintai fatwa yang beliau belum mengetahuinya, beliau berkata, "Laa 'ilma lii bihi " (saya tidak tahu tentang masalah ini). [Siyaru al-A'lam an-Nubala: 3/213].
Asy-Sya'bi seorang ulama tabi'in pernah di tanya tentang suatu masalah, lalu beliau menjawab, "saya tidak tahu", si penanya merasa tidak puas dan berkata, 'tidakkah anda merasa malu dengan jawaban seperti itu,,?? Asy-Sya'bi menjawab, "mengapa aku harus malu, bukankah malaikat ketika di tanya Allah, mereka menjawab, " Maha suci engkau, tidak ada pengetahuan bagi kami kecuali apa yang telah engkau ajarkan kepada kami. Sesungguhnya engkau yang maha mengetahui lagi maha bijaksana, ( al Baqarah. 32)

Keempat, orang yang tidak sanggup menggunakan air karena luka berat pada bagian anggota badannya yang wajib di cuci, mendapat keringanan untuk bertayamum. Bukan dengan cara mengusap di atas pembalut luka, lalu menyiram seluruh anggota badan yang lainnya yang sehat. Cara bersuci demikian tidak benar, karena di dasarkan pada dalil yang dha'if lagi munkar, sebagaimana telah di jelaskan. Di samping itu, cara bersuci demikian membingungkan. Di sebut mandi tidak sempurna, tayamum pun bukan.

Kelima, kebodohan adalah penyakit mematikan, sedang obatnya adalah bertanya. Bertanya kepada ahlul 'ilmi, yang memahami al-Qur'an dan as-Sunnah sesuai pemahaman salaf shalih. Ibnul qoyyim berkata:
"kebodohan adalah penyakit mematikan, sedang obatnya, adalah dua perkara yang bersatu dalam satu rangkaian, yaitu nash dari al-Qur'an dan as-Sunnah, adapun dokternya adalah 'alim robbani"
Wallahu a'lamShare